BANYUWANGI - Nanang Slamet, kuasa hukum FZA, korban pemerasan oknum pengacara berinisial ES di Banyuwangi, membantah berbagai pendapat miring soal kasus yang dialami kliennya itu. Salah satunya pendapat soal pelaporan di Polsek Genteng.
"Klien kami (FZA) tidak pernah diperiksa oleh polsek Genteng justru perkara yang disampaikan pengacara ES itu perkara yang diada-adakan. Tidak ada register perkara sebagaimana yang dimaksud oleh pengacara ES," kata Nanang.
Nanang menjelaskan kasus yang dialami kliennya itu bermula dari urusan jual beli hp Iphone Pro Max 13 antara FZA dengan Spy. Hp itu dibeli dengan harga Rp 12,7 juta. Sebulan kemudian hp itu rusak dengan kondisi layar tidak menyala.
Baca Juga : Kasus OTT Pemerasan, Nanang Slamet : Setelah Inkracht Ada Potensi Tersangka Baru
Kemudian Spy protes dan meminta pertanggungjawaban. FZA sebagai pemilik konter pun memberi berbagai penawaran untuk bertanggungjawab. Akhirnya ketemu kata sepakat dengan pengembalian uang Rp 12,7 juta sesuai harga beli hp.
"Dan pada akhirnya hp yang rusak itu dikembalikan dan klien kami mengembalikan uang itu secara utuh. Itung-itungan dari situ saja klien kami sudah rugi. Anggap saja Spy selama sebulan hanya pinjam di klien kami," jelasnya.
Setelah jual beli itu dibatalkan perkara sudah selesai, namun perkara ini terus berlanjut, Spy melalui ES sebagai kuasa hukumnya memperkarakan kasus ini. FZA diminta uang ganti rugi dengan dalih penghapus pidana senilai Rp 150 juta.
"Jual beli itu sudah dibatalkan, uang kembali utuh dan hp yang semula bagus dikembalikan dalam kondisi rusak, lah ini kok tiba tiba datang lagi meminta uang Rp 150 juta dengan dalih penghapus pidana Ini kan mengada-ada dan jelas ini pemerasan. Jadi unsurnya sudah sangat terang," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua tim kuasa hukum ES, Hendra Prastowo mengaku menyayangkan langkah Polresta Banyuwangi yang terlalu tergesa-gesa dalam menentukan sikap dalam kasus ini.
Dia menjelaskan, bahwa ES bertindak sesuai permintaan kliennya. ES bertindak melaksakan profesinya untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan. Dia mempunyai surat kuasa dari klien. Meminta pembayaran juga atas perintah kliennya.
"Yang meminta uang dengan nominal itu klien ES. Artinya dia tidak bertindak secara pribadi," kata Hendra.
Hendra menjelaskan, ES ditelepon kliennya pada tanggal Minggu (2/6/2024) Pada saat itu, ES diminta mendampingi kliennya atas perkara yang dihadapi. Saat itu juga kliennya bertindak secara pribadi melapor ke Polsek Genteng.
"ES berupaya menyelesaikan kasus kliennya di luar pengadilan dengan menghubungi terlapor berinisial FZA. Sesuai isi surat kuasa yang telah dihadapi," bebernya.
Dikatakan Hendra, kliennya meminta FZA untuk membayar uang ganti rugi sebesar Rp 100 juta agar laporan- nya di Polsek Genteng juga dicabut. "Yang meminta uang dengan nominal tersebut klien ES, makanya ES tidak bertindak secara pribadi," ungkapnya.
Singkat cerita, FZA menyepakati nominal yang diminta oleh kliennya. FZA memang sempat menitipkan uang sebesar Rp 20 juta kepada ES. Sedangkan untuk kekurangannya akan diserahkan pada Kamis malam (6/6).
"Saat penyerahan atau pelunasan itulah, ES mendadak ditangkap atas tuduhan pemerasan," tegasnya.
Hendra menambahkan, selama ditangkap ES juga tidak didampingi kuasa hukumnya. Bahkan, ES lang sung ditetapkan sebagai tersangka. "Makanya kita berharap aparat penegak hukum kembali menguji perkara tersebut, di mana profesi advokad juga dilindungi undang-undang," pintanya.