Banyuwangi - Peringatan Hari Anak Internasional yang dilaksanakan tiap 20 November menjadi momentum bagi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menggelar Rembug Anak dan Perempuan di Pelinggihan Dinas Pariwisata Banyuwangi.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengapresiasi kegiatan tersebut sebagai medium menerima masukan dari kalangan yang banyak termarginalkan dalam pengambilan kebijakan.
“Apa yang dihasilkan dari forum ini, akan kami jadikan pertimbangan untuk penyusunan program kerja ke depannya,” ungkapnya.
Baca Juga : Guru di Banyuwangi jadi Ujung Tombak Pembangunan Bangsa Melalui Pendidikan
Anak-anak, lanjut Ipuk, selama ini hanya menjadi obyek. Tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan. Sehingga banyak kebijakan yang kemudian tidak sepenuhnya bisa sesuai dengan apa yang diharapkan. “Kami ingin mendengar langsung usulan mereka,” tegas Ipuk.
Dalam Rembug Anak itu, dihasilkan sejumlah usulan. Hal itu dihasilkan dari diskusi oleh sejumlah pelajar setingkat SMP dan SMA se-Banyuwangi. Nabila Patricia Elita, Ketua Forum Anak Banyuwangi, menyampaikan sejumlah rekomendasi hasil rembug tersebut.
Ada enam kluster yang dibahas. Mulai dari hak sipil dan kebebasan; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dasar dan kesejahteraan; pendidikan; pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya; serta perlindungan khusus.
“Kami menginginkan layanan yang inklusif untuk anak-anak, khususnya bagi penyandang disabilitas. Kami juga berharap akan adanya Children Center yang menjadi ruang kreatif dan rekreatif bagi anak-anak Banyuwangi,” ungkap siswi SMAN 1 Glagah itu.
Selain Rembug Anak, juga diselenggarakan Rembug Perempuan. Rembug ini diikuti berbagai organisasi perempuan di Banyuwangi. Seperti Muslimat, Fatayat, Aisyatul Naisyiyah, dan sejumlah ormas perempuan berbasis agama. Ada juga PKK, aktivis perempuan hingga akademisi perempuan.
Rembug Perempuan sendiri membahas seputar keluarga, kesehatan, sosial, ekonomi hingga infrastruktur. Dalam sejumlah rekomendasinya, rembug ini banyak menyoroti tentang pelibatan perempuan di lingkup pemerintahan desa.
“Pemberdayaan perempuan harus dimulai dari level desa. Di antaranya dengan penganggaran yang lebih berpihak pada kaum perempuan,” ungkap Ainur Rizqi yang menjadi juru bicara dari kluster ekonomi pada Rembug Perempuan tersebut.
Sementara itu, menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Banyuwangi, Suyanto Waspotondo, sebagian rekomendasi tersebut, sedikit banyak telah diserap dalam program kerja Pemkab Banyuwangi.
“Tentu saja masih ada sejumlah keterbatasan. Namun dengan rekomendasi ini akan semakin mendorong kami untuk terus mengoptimalkannya,” pungkasnya. (*)