Perizinan Dikeluhkan Pengusaha Perumahan, DPRD Banyuwangi Cari Solusi Terbaik

$rows[judul]
Rapat DPRD Banyuwangi bersama mitra kerja, bahas sistem OSS yang dikeluhkan pengusaha pengembang perumahan. (Istimewa).

Dinamikaindonesia.co.id, Banyuwangi | Proses perizinan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, hampir satu tahun ini mengalami kendala imbas dari pemberlakukan Sistem Online Single Submission (OSS).

Dampak dari perizinan yang mandek ini, membuat pengusaha kalang kabut. Pasalnya, usaha mereka terhenti akibat masa transisi program OSS pascaberlakunya Undang-Undang Cipta Kerja.



Baca Juga : Polemik Pelantikan Kepala SMPN 1 Banyuwangi, DPRD Harap Bupati Kembali Mempertimbangkan

Pengusaha yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) itu pun mengeluhkan permasalahannya ke dewan. Akhirnya dewan mengundang SKPD terkait, untuk mencari solusi terbaik dari persoalan tersebut.


Dalan rapat koordinasi tersebut hadir Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas PU Cipta Karya, Perumahan dan Permukiman (DPU CKPP), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Dinas Lingkungan Hidup. Selain itu, juga dari kalangan pelaku usaha seperti Real Estate Indonesia.


Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, M Ali Mahrus mengatakan, perizinan terkait dengan lingkungan hidup dengan sistem OSS masih menjadi keluhan kalangan pelaku usaha pengembang perumahan. 


Dalam Undang-Undang Cipta Kerja ada tiga aturan terkait dengan pembuangan akhir limbah perumahan yakni melalui pembuangan bawah tanah, resapan dan dibuang di badan sungai.


“Kalangan pengembang perumahan merasa kesulitan menerapkan ketentuan pembuangan limbah rumah tangga dari perumahan sesuai Undang-Undang Cipta Kerja," ucapnya.


Untuk itu urusan proses perizinan pemukiman dan Kesehatan ini merupakan urusan wajib yang harus segera dicarikan solusinya, agar perekonomian daerah bisa tetap berjalan.


“Jika proses perijinan ini tersendat maka imbasnya pada Pendapatan Asli Daerah, selain itu perputaran ekonomi masyarakat juga tersendat, karena banyak masyarakat yang bekerja di sektor bangunan," ungkap Mahrus.


Meski demikian dalam rapat koordinasi, semua pihak bisa memahami tersendatnya proses perizinan selama ini karena birokrasi bekerja sesuai dengan aturan sehingga mereka tidak berani menabrak ketentuan agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.


“Untuk mencari solusi ini, dewan berencana melakukan konsultasi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI," tutupnya. (*)