![$rows[judul]](https://dinamikaindonesia.co.id/asset/foto_berita/FotoJet_(46)1.jpg)
BANYUWANGI - Seiring meningkatnya angka harapan hidup (AHH) penduduk Indonesia yang kini mencapai 73,6 tahun pada 2022, tantangan kesehatan masyarakat juga semakin kompleks. Salah satu masalah yang paling sering muncul di kalangan lanjut usia adalah demensia atau yang lebih dikenal dengan pikun.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 55 juta orang di dunia hidup dengan demensia, dan setiap tahunnya terdapat 10 juta kasus baru. Demensia Alzheimer menjadi jenis yang paling banyak ditemukan, yakni sekitar 60–70 persen dari seluruh kasus.
Saat ini, demensia menempati urutan ketujuh penyebab kematian global, sekaligus menjadi salah satu penyebab utama kecacatan serta ketergantungan pada lansia.
Baca Juga : Kombinasi Akupunktur dan Gizi Seimbang, RSUD Genteng Bantu Pasien Capai Berat Ideal
Direktur RSUD Genteng, dr. Hj. Siti Asiyah Anggraeni, MMRS, FISQua, mengatakan bahwa demensia bukanlah bagian normal dari proses penuaan, melainkan akibat dari kerusakan sel-sel saraf otak yang terjadi secara progresif.
“Gejala awal biasanya berupa gangguan memori, perubahan suasana hati, hingga kesulitan berbahasa atau merencanakan aktivitas sehari-hari. Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat memburuk dan menurunkan kualitas hidup pasien maupun keluarganya,” ungkap dr. Asiyah, sapaan akrab Direktur RSUD Genteng.
Faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena demensia antara lain usia di atas 65 tahun, riwayat genetik, hipertensi, diabetes, obesitas, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, depresi, hingga riwayat cedera kepala. Selain itu, pola hidup kurang aktif secara fisik juga menjadi pemicu yang tidak boleh diabaikan.
Meski hingga kini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan demensia, berbagai upaya dapat dilakukan untuk memperlambat progresivitas penyakit. Dukungan keluarga menjadi aspek penting dalam menjaga kondisi pasien. Aktivitas fisik teratur, pola makan sehat, berhenti merokok, mengurangi stres, serta memperbanyak interaksi sosial terbukti membantu menjaga kualitas hidup penderita.
RSUD Genteng sendiri menyediakan layanan penilaian Mini Mental State Examination (MMSE) sebagai salah satu metode deteksi dini fungsi kognitif pasien. “Melalui pemeriksaan ini, kita bisa mengetahui sejak awal adanya tanda penurunan fungsi otak sehingga langkah penanganan dapat segera diberikan,” tambah dr. Asiyah.
Ia juga mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan otak, khususnya bagi keluarga yang memiliki anggota lanjut usia. “Semakin cepat kita mendeteksi, semakin besar peluang untuk memperlambat perkembangan demensia. Yang terpenting adalah dukungan, cinta, dan kesabaran keluarga dalam mendampingi pasien,” pungkasnya. (*)