Program SAS Dispendik Banyuwangi Kian Dirasakan Manfaatnya

$rows[judul]

Dinamikaindonesia.co.id - Gerakan solidaritas antar siswa di Banyuwangi, Siswa Asuh Sebaya (SAS), yang digagas Dinas Pendidikan (Dispendik), semakin dirasakan manfaatnya. 


Gerakan tersebut kini semakin meluas jangkauannya. Tidak hanya membantu antar siswa di dalam sekolah, namun meluas antar sekolah.


Baca Juga : Dinas Pengairan Banyuwangi Turut Terlibat Pembersihan Sampah Pasca Banjir di Sutri


Jika dulu dikenal dengan Siswa Asuh Sebaya, kini gerakan membangun kepedulian antar pelajar di Banyuwangi itu kini diperluas menjadi Sekolah Asuh Sekolah (SAS).


"Sekolah Asuh Sekolah ini merupakan upgrading atau peningkatan dari program SAS tahap I, SAS tahap I itu singkatan dari Siswa Asuh Sebaya," kata Kadispendik Banyuwangi, Suratno, Kamis (10/11/2022).


Suratno menjelaskan, SAS tahap I merupakan program afirmasi dari anak-anak yang menyisihkan uang sakunya, kemudian dihimpun terus dipakai untuk membantu teman-temannya yang mungkin membutuhkan.


"Membutuhkan dimaksud tentu berhubungan dengan biaya personal dan tidak harus berupa uang. Tetapi bisa berupa apa yang saat itu dibutuhkan oleh yang bersangkutan. Bisa sepatu, tas, bisa kacamata bahkan sepeda," terangnya.


Siswa Asuh Sebaya ini sudah berjalan sejak 2014, kemudian seiring berjalannya waktu pada tahun 2020 Dispendik Banyuwangi kembali membuat terobosan dengan meluncurkan Sekolah Asuh Sekolah.


"Karena kegiatan ini sudah berjalan bertahun tahun-tahun, kita ingin ada perluasan. Tidak hanya Siswa Asuh Sebaya namun Sekolah Asuh Sekolah (SAS). Mungkin SAS jilid satunya itu tidak ada yang dibantu lagi, bisa diberikan kepada sekolah lain yang lebih membutuhkan. Maka kita branding namanya Sekolah Asuh Sekolah," urainya.


Suratno menyebut, Sekolah Asuh Sekolah menggunakan prinsip gotong royong. Seumpama ada satu sekolah memiliki kelebihan baik sarana prasarana, serta kemampuan di dalam SDM nya akan membantu sekolah yang masih memiliki sumber daya kurang.


"Dengan begitu, sekolah yang ada di pinggiran dan mungkin kekurangan sarana prasarana nya, serta mungkin gurunya masih banyak yang belum berkompeten. Itu bisa dibantu oleh sekolah lain yang lebih berdaya," pungkasnya.