Dinamikaindonesia.co.id - Dinas Pendidikan (Dispendik) Banyuwangi turut prihatin atas kematian bocah SD berinisial MR (11), warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran.
Bocah laki-laki yang masih duduk di bangku kelas 4 SD itu diketahui mengakhiri hidup dengan cara gantung diri. Motif kematian korban diduga karena kerap mendapat perundungan atau bullying di sekolah.
Baca Juga : Dispendik Banyuwangi Komitmen Tuntaskan Perbaikan Sekolah Rusak
Mendapat kabar tersebut, Dispendik Banyuwangi langsung melakukan penelusuran di sekolah dasar tempat korban menimba ilmu.
Kepala Dispendik Banyuwangi, Suratno mengaku, pihaknya telah melakukan konfirmasi langsung ke pihak sekolah.
Menurut keterangan guru dan teman sebayanya, korban termasuk anak aktif di sekolah dan disayang oleh para guru.
"Pengakuan guru dan teman-temannya, tidak ada pembulian terhadap korban di sekolah. Dia termasuk anak aktif dan disayang gurunya," ujar Suratno saat dikonfirmasi, Selasa (28/2/2023).
Guna mencegah aksi perundungan di sekolah, Suratno mengatakan, Dispendik akan terus mengevaluasi dan mengoptimalkan peran sekolah untuk menjadi agen yang bisa merubah karakter anak didik agar semakin inklusif.
Secara teknis, Dispendik akan mengoptimalkan peran satuan tugas (Satgas) Anti Perundungan dan Kekerasan Anak di sekolah yang telah dibentuk sebelumnya.
"Kami kuatkan kembali Satgas Anti Perundungan dan Kekerasan di sekolah ini dengan melibatkan banyak pihak," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, seorang bocah laki-laki di Banyuwangi memilih bunuh diri diduga tak tahan karena kerap mendapat perundungan atau bullying di sekolah.
Korban adalah MR (11), seorang pelajar kelas 4 SD di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.
Bocah ini mengakhiri hidup dengan gantung diri. Tubuhnya ditemukan menggantung dengan seutas tali plastik di dapur rumahnya.
Korban ditemukan gantung diri pada Senin (27/2/2023) sore. Korban pertama kali diketahui oleh ibunya, Wasiah (50), usai pulang dari sawah.
Berdasarkan keterangan polisi, hampir setiap hari korban yang berstatus anak yatim itu selalu dibully teman-temannya.
Korban juga tak kuat ketika selalu dikatakan kurang mampu. Ibunya hanya buruh harian. Setiap pulang sekolah, korban selalu menangis dongkol.
Karena minder diduga akibat selalu dibully. Akhirnya, korban nekat gantung diri.